Powered By Blogger

Jumat, 12 November 2010

Novel Klasik Ter dramatis Penuh Pengalaman Berharga

Banyak sekali Novel baru bermunculan dan terasa sangat mudah mendapat kesuksesan dalam ceritanya , mungkin dengan membaca beberapa novel dibawah ini, kita bisa mengetahui perjuangan-perjuangan yang berharga dalam kehidupan


1. Anne of Green Gables


Anne of Green Gables (Celebrating the 100th Anniversary of Anne of Green Gables; 1908-2008) “Marilla, bukankah menyenangkan jika hari esok kita pandang sebagai hari baru yang masih bersih dari kesalahan?” Begitulah pertanyaan yang dilontarkan Anne kepada Marilla. Lebih tepatnya, itulah pernyataan Anne yang selalu ingin berusaha optimis memandang kehidupan. Kisah Anne yang mengambil setting Prince Edward Island, Nova Scotia ini merupakan novel pertama yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi si penulisnya Lucy Montgomery. Anne Shirley seorang gadis kecil yatim piatu berusia 11 tahun datang dari sebuah panti asuhan ke desa Avonlea karena suatu kesalahan. Cuthbert bersaudara yang menginginkan mengangkat seorang anak laki-laki mengajukan permintaan tersebut ke sebuah panti asuhan. Namun entah karena salah paham seperti apa, anak yang dikirimkan adalah seorang anak perempuan. Dan Matthew Cuthbert yang pemalu dan kikuk mau tak mau harus membawanya ke Green Gables tempat dia dan saudarinya tinggal. Matthew pun segera merasa jatuh cinta pada gadis kecil ini, yang selama perjalanan menuju desa Avonlea tak henti-hentinya berbicara. Dalam hatinya, Matthew tak keberatan dengan kesalah-pahaman yang telah terjadi ini dan memutuskan mengangkat Anne sebagai anak.

2. To Kill a Mockingbird

Buku ini sangat bagus dan enak dibaca, Harper Lee sang pengarang (wanita) baru sekali menulis buku dan karyanya langsung menjadi karya abadi. Isinya sangat menarik meskipun mengusung tema yang lumayan berat, tapi disampaikan dengan bahasa yang ringan. Yang membuat cerita ini unik adalah ceritanya ditulis dari sudut pandang seorang anak perempuan (Scout Finch) berusia 8 tahun. Novel klasik ini mengisahkan bagaimana prasangka umum yang buruk terhadap pribadi ataupun kelompok masyarakat tertentu tidaklah sepenuhnya benar. Citra buruk yang terlanjur melekat pada pribadi atau sekelompok masyarakat akan terus mereka bawa seumur hidup mereka. Meskipun banyak hal positif yang telah mereka lakukan, namun prasangka buruk dari orang lain akan tetap membuat mereka dianggap sebagai pribadi atau kelompok yang buruk dan layak disingkirkan. Novel ini menceritakan penggalan kehidupan masa kanak-kanak dua kakak beradik tak beribu, Jem dan Scout. Mereka tinggal di sebuah kota kecil dimana hampir semua penduduknya saling mengenal. Di kota inilah Jem dan Scout tinggal besama ayah mereka, Atticus Finch, seorang pengacara di kota tersebut, dan seorang pembantu kulit hitam mereka, Calpurnia. Scout, seorang anak perempuan tomboi berumur 8 tahun, adalah penutur dalam kisah ini; seluruh cerita dilihat dan diutarakan menurut sudut pandangnya. Bab-bab awal novel ini mengisahkan bagaimana Jem, Scout, dan sahabat mereka, Dill, mencoba mengusik Boo Radley, tetangga aneh mereka yang hampir tidak pernah keluar rumah. Seluruh penduduk menganggap Boo Radley adalah sosok misterius; berbagai desas-desus buruk dan mengerikan beredar menyelimuti Boo sehingga rumah dan pekarangan Boo menjadi bagian yang paling mengerikan bagi anak-anak untuk dilewati sehingga mereka harus berlari atau jalan memutar karena takut bertemu dengan Boo. Namun bagi Dill, kemisteriusan Boo justru menjadi permainan yang mengasyikan.

3.Gone With The Wind

Dalam Gone With The Wind karya Margaret Mitchell dikisahkan mengenai seorang wanita muda bernama Scarlett O'Hara keturunan Irlandia yang telah bermukim di Amerika Serikat bersama keluarganya. Scarlett pada usia saat itu tengah mencari cinta pada seorang pria yang sayangnya keburu bertunangan dan menikahi sepupunya. Kisah yang panjang akhirnya mempertemukan Scarlett dengan seorang pria yang sangat mapan bernama Rhett Butler. Mereka akhirnya menikah dengan motif yang berbeda. Rhett sangat memuja Scarlett, sementara Scarlett sangat menyukai hadiah-hadiah yang diberikan Rhett. Latar belakang cerita ini adalah Perang Saudara di Amerika antara Amerika Utara dan Amerika Selatan karena perbedaan pendapat mengenai perbudakan. Kisah cinta Rhett dan Scarlett dalam Gone With The Wind diakhiri sad-ending karena Rhett terlanjur patah hati mengetahui bahwa istrinya masih mencintai orang laing, sehingga ia mengambil keputusan untuk meninggalkan Scarlett. Di lain pihak, Scarlett terlambat menyadari bahwa selama ini dirinya tidak mampu hidup tanpa Rhett. Kisah cinta sepanjang masa ini telah diangkat ke layar lebar dan dibintangi oleh Clark Gable sebagai Rhett Butler dan si cantik Vivian Leigh sebagai Scarlett O'Hara. Ending yang menggantung pada Gone With The Wind kemudian dilanjutkan oleh Alexandra Ripley dengan karyanya Scarlett. Dalam Scarlett, dikisahkan perjuangan Scarlett di dalam membangun kembali kampung halaman dan keluarganya setelah mengalami kehancuran di Perang Saudara. Tak lupa bagaimana gigihnya perjuangan Scarlett di dalam memperoleh kembali cinta Rhett Butler, yang nyata-nyata kini telah memiliki wanita lain di dalam hidupnya.

4. The Kite Runner


 "Kite Runner" karangan Khaled Hosseini. Novel ini begitu menyentuh jiwa, rasa kemanusiaan seperti dicabik-cabik oleh keadaan dari luar dan juga dari  dalam hati setiap manusia itu sendiri. Ia bercerita tentang persahabatan dua anak manusia  yang mengambil latar kota Kabul Afghanistan di awal tahun 1970 an. Sebuah persahabatan yang unik antara Amir, anak seorang pedagang kaya dari keluarga terhormat, dengan Hasan anak seorang pembantu di rumah sang saudagar. Dua-duanya kebetulan mewakili 2 ras yang berbeda, latar belakang yang sangat penting untuk negara2 di Asia pada umumnya. Kalau di jawa istilahnya : bibit, bobot, bebet. Amir mewakili suku Pahstun, sebuah ras 'pemilik' Afghanistan, dan Hassan dari suku Hazara, ras yg 'numpang hidup' di Afghanistan.  Suku Hazara kebanyakan beragama Islam Syi'ah, sementara Pashtun Islam Ahlusunnah. Sudah tentu suku yang 'numpang' menjadi bulan-bulanan dan selalu menjadi kambing hitam ketika ada yang salah oleh suku 'pemilik' Pashtun. Sebagai anak kecil, Amir dan Hassan tak begitu memperhatikan perbedaan sosial tersebut, mereka asyik bermain bersama, menerbangkan layang-layang dan mengadunya dengan layang-layang yang lain, berlari--lari mengejar layang2 yang kalah dan putus dibawa angin. Amir karena bersekolah, dia pandai membaca, dan selalu membacakan cerita buat Hassan yang tak pernah mengenal bangku sekolah. Dia juga belajar menulis karangan sendiri dan dibacakan pada Hasan. Ayah Amir disamping seorang saudagar yang kaya, dia terkenal dermawan, bahkan mendirikan sebuah rumah yatim utk menampung anak2 yang kurang beruntung. Perhatiannya terhadap Hassan juga sangat besar, sering Hasan dihadiahi oleh ayah Amir. Hadiah yang paling mengesankan Hassan adalah hadiah dokter yang mengoperasi atas bibir sumbingnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar